Thursday, September 30, 2004

Sahabat Lama


Ucap seorang sahabat lama, yang mengarung jarak sekian ribu kilometer kabel - dalam hitungan sekian jari dalam setahun, terkadang menapak lebih dalam dibanding keseharian ucapan dan seringnya perjumpaan. Ia, yang kukenal sejak rambut kami masih berkuncir kuda dan tubuh berbalut seragam biru. Sepatah cakap yang langsung kumengerti tanpa banyak basa-basi. Seseorang yang pernah kutemui kala sadar tercabut dari pipa nadi. Percakapan kami tak pernah benar-benar selesai karena acap terusik, dan toh bisa kami sambung sendiri dalam hati. Karena kami saling mengerti. [Dan kami sama-sama penggemar kopi, walau sama-sama membawa calon bayi di perut buncit, bercurah kata di Spinelli Bugis Junction atau di Starbucks Centerpoint, dulu sekali].

Sampai di satu titik masa kini, "Kalau mau disamain, gue ni udah kayak karet melar. Udah nggak bisa diapa-apain lagi, tinggal nunggu putus aja...". Perumpamaan yang ekstrim olehnya, walau mengungkap kebenaran. Dan yang mengherankan, di titik yang sama, aku berpikir dengan perumpamaan lain," ...seperti lilin yang mau habis, lelehan bentuknya nggak jelas, tinggal nunggu sumbunya berhenti nyala...". Tapi tak sempat kusampaikan padanya, karena aku masih terheran-heran dengan kesamaannya. Kesamaan pikiran yang terentang jarak sekian ribu kilometer kabel, dalam hitungan sekian jari dalam setahun. Itulah ia, sahabat lama.

Oh ya, satu ucap lagi sebelum terlupa: Thanks Pal.

Wednesday, September 22, 2004

Link!

Things went fast these days. I don't really have time to sit and think of what to write [oops, enough time to just sit and relax for sure]. We celebrated Damian's birthday two weeks ago, well we called it makan-makan actually. It felt like so many people coming since our apartment isn't that big but it was fun though, seeing these kids running around and the adults enjoying the foods we'd prepared [love to cook, love Indonesian food!]. We'll move to another apartment in Charles Village next month, so I'd been looking around some apartments that eventually made us back to the first choice.

We went to Baltimore Book Festival last week, two days in a row, where we could get good bargain books (if not for free!). There was a tent for children where we accidently attended a money saving presentation for kids and Damian brought home a cute piggy bank afterwards. The lady really knew how to teach about money to kids and it amazed me when some of them, age 4-6, already knew that saving in a bank is better cause they can get interests! Last but not least, I've listed some new beaded jewelries I made on ebay which lead to not-as-expected sale since there are too many sellers. I haven't thought seriously of selling it other way though, it's still a spare-time hobby for me.

Anyway, I just add some links of new pictures of our summer time [sadly, our trip pics on New York and Washington DC all gone with the old laptop] here: Summer 2004
Damian's birthday pics here: Damian Bday
and Thanks to everybody who'd come: Hilman-Rina-Raka, Gunar-Ndew-Dhika-Ndew's Mom, Riko, Arti, Rizky, Daisy, Kurnia-Betty-Mesakh-Sadrakh, Haris-Leli-Diva-Baheera-Leli's Mom, and Nicky Lubis who'd taken beautiful pics here: Damian Bday in BW
Check out my other Spark of Stones project here: Spark of Stones - 1+2
[As usual, you can find all the links at the sidebar!]

So, that's all for now. Welcome lovely autumn...

Thursday, September 16, 2004

Kunci


Aku mencari sebuah kunci. Kunci perak kecil pembuka sebuah laci. Kunci ini penting, karena isi lacinya juga penting. Ada album foto lama, ada tumpukan gambar hasil karya, ada penggalan tulisan dan rencana, ada bon dan kuitansi, ada referensi dan dokumentasi. Aku memerlukan isi laci itu, sangat. Tapi kuncinya hilang, dan lacinya terlalu kokoh untuk dibongkar. Sekian hariku terbuang untuk mencari kunci itu. Kuabaikan masalah lain di kitaranku. Karena buatku kunci itu terlalu penting, saat ini. Dan tidak ada kunci serep lain atau kunci pengganti. Aku masih mencari kunci itu, demi isi sebuah laci.

Mungkin kelak kutemukan kunci itu. Berkilau, tergeletak manis di sudut kamar. Tinggal dipungut dan dimasukkan ke lubang di laci. Dan bisa kukeluarkan seluruh isi lacinya. Dan akan kubuat kunci serepnya. Mungkin kelak kutemukan kunci itu. Atau... mungkin kunci itu telah hilang, for good. Dan kubiarkan laci itu tetap terkunci.

Bisakah kaubayangkan, kunci itu adalah sebuah kesempatan?

Tuesday, September 07, 2004

Keajaiban Dua Puluh Empat Purnama


Harum. Sesayup hirup dirimu membuat candu yang lekat di otak terpatri tanpa jeda. Harum di mulut pipi kening dada lengan kaki dan rambutmu yang terus merimbun. Kuciumi tiap hari tanpa reservasi tak kenal waktu dan mengguratkan senyumku sesudahnya, selalu.

Lucu. Memandang bentukmu yang bulat di tempat yang tepat mengundang gemas. Bentuk sempurna menyerupai dewasa dalam tinggi yang belum semeter namun lincah gerak dan gaya. Kuangkat, berputar, bergumul, kucubit, kukejar dan terlepas tawa, bahagia.

Bening. Binar mata kecil polos tanpa prasangka menatap luluhkan hati. Ada senyum-tawa-tangis di bening terlindung kelopak tipis yang manis. Dalam putaran purnama tatapmu tumpah tanya menuntut jawab cerdas munculkan binar di beningnya dan kau menganguk-angguk, mengerti.

Detik. Waktu bagimu tak berarti dan sangat berarti. Bermain, jalan-jalan, makan, tidur, membaca, mandi, berulang dalam duapuluh empat jam. Hitungan detik berarti bertumbah tinggi sekian mili, berkembang cerdas, bervariasi gerak, bertambah ucap, dan membuatku terpana lupa mungilnya saat kau lahir.

Keajaiban. Kesakitan berbuah senyum-tawa-tangis bahagia-bangga musnahkan segala regangan-erangan-jahitan rahasia di ruang bersalin. Bukankah keajaiban namanya? Tubuh mungil tanpa tatap dan gerak, menyusu sekian purnama bertambah berat di pelukan, suap mungil sesendok kecil menopangmu merangkak berdiri berjalan berucap. Dari tetes berubah ada dan tumbuh dan menjadi, bukankah keajaiban namanya?

Doa. Kuakui tak pernah ku teratur mendaras doa di bilik hati hingga kau hadir di rahim dan melengking tangis dan mengisapku dan awasi jatuh bangunmu dan mengantarmu tidur di pelukan malam. Sebaris doa terima kasih untuk sebuah keajaiban yang sehat hingga kini dan untuk nanti. Sebaris lagi mohon bimbingan menuntun, menjadi orang tua yang baik buatmu.

Dua frasa yang sudah mampu kau ucap mengiris ngilu di hati dan di gendang telinga: Tengkyu Mama dan Alevyu.
Hari ini kuucap kesekian kali, tertulis di hari adamu yang kedua tahun di dunia ini: Thank You, Damian. I Love You, too.