Thursday, April 12, 2007

Suatu Hari di Awal Januari

Pandanganku mencoba memeta lobby kedatangan Incheon Airport. Yup, itu dia information, tempat aku bisa minta dipanggilkan shuttle dari hotel. Mendadak ransel di punggung dan stroller yang kudorong menjadi terasa ringan. Irit pembicaraan, pemudi di balik counter memintaku menunggu, dan tak sampai 10 menit kemudian ia sudah memanggilku lagi. Jemputannya sudah datang. Fiuh,nggak sabar rasanya meluruskan badan setelah 14 jam duduk di perjalanan. 
 
Aku mencoba ramah pada pengendara, memancing info dan bertanya-tanya. Tapi, hey, dia tak lancar berbahasa inggris. Maka 5 menit perjalanan diisi dengan bungkam, kecuali celoteh Damian yang hampir selalu bicara kalau tidak sedang tidur. Saat itu sekitar pukul enam sore di Airport New Town, lokasi hotel kami menginap semalam. Satu hal yang kuingat dari hotel ini adalah perlengkapan rambut. Tampaknya orang Korea terobsesi dengan rambutnya, karena di kamar mandi hotel aku menemukan perlengkapan selain shampoo, conditioner dan hair dryer: tonic, gel rambut, sisir (ihhh, siapa juga yang mau pake?!), dan hairspray.... Setelah mandi Damian bersikeras nonton Sinchan di kamar hotel, padahal aku ingin segera makan malam dan beristirahat kemudian. 
 
Cuaca dingin menusuk, neon bertulisan kanji menerpa saat kami menyusuri jalan. Banyak hotel dan restoran di sekitar jalan itu. Makan di mana ya? Aku nggak ngerti bahasanya.... Tapi aku sengaja menghindari tempat makan berbahasa Inggris, supaya bisa mencoba makanan tradisional sini. Jadilah kumasuki satu restoran di belokan jalan yang terlihat menarik dengan furniture serba kayu natural, dan gambar-gambar makanan terpajang sepanjang bagian atas dinding. Paling tidak, aku bisa menunjuk gambar kalau pramusajinya tidak berbahasa Inggris. Benar saja. Kutunjuk gambar seafood soup,"Spicy?" "Yes, yes, spicy." "OK, one for me. And shrimp noodle soup for my son, not spicy." "Yes, yes, shrimp, not spicy." Ia kembali dengan side dishes yang beraneka, tapi nggak ada yang disentuh Damian; dari kimchi, nori, sampai bakso ikan dan sejenis kacang. Lalu datanglah pesanan kami. Punyaku tepat seperti di gambar: panas, spicy, yummy. Punya Damian noodle soup, tapi mana udang-nya...? Hehehe.... kendala bahasa, tapi untunglah tidak spicy jadi Damian masih bisa menikmati. Harga makanannya sekitar 5000-7000 won per porsi, sekitar $5-$7, yang menurutku tidak mahal melihat tempat dan jenis makanan yang disajikan. 
 
Malam itu tidur jam sebelas malam, setelah menelepon my hubby di belahan dunia sana. Dan Damian sudah bangun lagi jam empat pagi minta jatah serealnya. Aku menggerutu, oh please.... aku masih pengen tidur niiii. Apa boleh buat, setelah tidak ada tanda-tanda bakal bisa tidur lagi, kami check out jam tujuh pagi dan minta diantar ke airport. 
 
Tujuan berikut: Seoul City, menghabiskan waktu sampai waktu berangkat jam lima nanti sore. Perjalanan 50 menit dari Yeongjong Island mulai terasa menarik di duapuluh menit terakhir, saat kami memasuki pusat kota Seoul. Macet, ruas jalan lebar, bangunan tinggi, tapi masih terselip ciri khas Asia. Menyeberangi Han river, yang pinggirnya masih membeku es, menuju downtown Seoul, melewati City Hall, lalu turun di Namdaemun Gate. Berfoto di depan Namdaemun, National Treasure #1 yang berdiri tahun 1398. Kulihat seperti gerbang kuno yang membingkai peradaban modern di sekitarnya. 
 
Menahan dingin dengan salju yang menjadi es, jalan jadi licin dan kami lanjutkan perjalanan menuju Namdaemun Market di seberang jalan, pasar terbuka-tradisional Korea yang luasnya melebihi 10 acres (40000m2) dan berisi lebih dari 1000 penjual. Serius, aku hampir nyasar di sini. Ramainya dan kaki limanya menyerupai pasar Tanah Abang -yang entah seperti apa sekarang- tapi luasnya jauh melebihi. Yang dijual segala rupa dari jajanan dan bahan makanan dan suvenir sampai tas bermerek tiruan, campur-aduk. 
 
Sebelum tambah jauh menyelusup dan akibat Damian yang protes minta makan, kami menyusuri pinggir jalan mencari tempat makan. Restoran ini letaknya tak jauh dari pasar, kecil, bangkunya berdempet, isinya ibu-ibu yang sibuk memotong-motong dan menyiapkan makanan. Selain harum makanan yang menggoda, tentu saja ada gambar yang jadi andalan buat memilih makanan. Ternyata menunya lebih baik daripada semalam, ada keterangannya dalam bahasa Inggris. Untungnya perutku tidak berontak dimasuki makanan pedas, sedikit asam dan segar sejak semalam. Mungkin karena ada penetralnya di salah satu side dish itu. 
 
Anyway, setelah sarapan yang cukup memuaskan, kami menyusuri lagi jalan menuju City Hall. Mampir ke toko suvenir yang terlewat, mengambil gambar City Hall, lalu menyeberang ke Deoksu Palace. Di depan Taehanmun Gate kami melihat-lihat, tapi aku memutuskan untuk tidak masuk karena harus kembali ke airport. Kebetulan, kami sempat melihat upacara pergantian penjaga istana sebelum naik bus menuju airport. Tiba-tiba tiga jam berlalu sangat cepat. Setelah mengambil ransel yang kutitipkan, kami melalui imigrasi dan menunggu penerbangan berikut. Tujuh jam lagi perjalanan menuju tanah air.

3 drops:

Anonymous said...

wah.... mudik nih Dyyyy???? ketemu siapa aja di Jakarta/Bandung/Yogya (mana lagi sih kampungmu?)

Anonymous said...

gaya bercerita yang asyik. Jadi inget hutangku ke Neenoy cerita soal Swis. Jadi pengen cerita juga dengan gaya begini. Detil tapi ngga mbosenin.

Welkambek, Dy!

--durin--

dy said...

Iya Merr... betul itu semua kampungku,ketemu sodara dan teman lamaaaa :)

Makasih Durin, ayoo mana ceritanya..!