Thursday, August 17, 2006

Sisifus

Saat ini saya pikir, orang -termasuk saya- kadang terjebak dalam satu hal yang berulang. Seperti Sisifus. Mendorong batu ke puncak bukit tapi kemudian batunya menggelinding lagi ke bawah. Lalu diulang lagi. Susah payah didorong ke atas. Walau mungkin ada kesadaran, you have to do it again once you're on top. Makanya tumbuh kontradiksi, antara orang yang percaya akan proses (yang penting usaha, dan menarik pengalaman selama mendorong batu), Lalu ada yang beranggapan yang penting hasil akhir (kalau batunya bakal jatuh ke bawah, ngapain didorong ke atas?). Kalau yang cari aman ya mau dua-duanya, atau menghindar. 
 
Yang mengerikan, Sisifus mendorong batunya dengan kutukan mata buta. Seperti menutup mata hati, nggak sadar menjalankan apa yang diulang-ulang. Rutinitas. Walau kata Camus yang paling cocok dianalogikan dengan tokoh ini adalah pekerja kantor dan pabrik, ternyata saya sendiri seringkali melakukan hal kecil pun tanpa kesadaran. Rutin, otomatis. Naik, turun. Tiba-tiba jadi ngeri sendiri. Berarti mendorong batunya dengan mata buta. Paling tidak kalau melek, mungkin saya bisa putuskan untuk berhenti di tengah jalan, ambil jalan lain, mencari batu yang lebih kecil, atau apapunlah. Lebih bagus lagi kalo bisa memutuskan sebelumnya, sebenarnya perlu nggak batunya didorong ke atas....

7 drops:

Anonymous said...

...dan setelah dipikir-pikir lagi, ternyata ndorong batunya di bukit yang salah ;)

--durin--

Merlyna said...

kenape Dy tahu2 jadi merasa kayak Sisifus? apa trigger-nya tuh?

Vivie said...

allow dyah..lam kenal yah mampir ah......

neenoy said...

kita semua memang buta: gak bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan

neenoy said...

dy, check your mail-box, ya (yang gmail) ;)

dy said...

Hei Durin, apa kabar... lg kemana nih blog-nya kosong?

Mer, pjg ceritanya... udah lewat pula, hehehe....

Vivi, salam kenal jg, thanks udah mampir!

Nooyyy... hayo mana oleh2 jalan2nya...

Anonymous said...

Best regards from NY! » » »