Monday, November 29, 2004

S L I

.....
+ ...kamu nggak apa-apa?
= Nggak... memang kenapa?
+ How's your marriage?
= Totally fine, kenapa tanya?
+ Terus kenapa nulis begitu?
= Nulis apa?
+ Blog yang barusan, broken heart, aku sampai merinding bacanya...
= Hehe... bagus dong berarti
+ Tapi itu betulan, apa bukan?
= Suer aku nggak apa2, itukan tulisanku aja
+ Idenya dari mana?
= Ya dari sebaris lagu. Kadang dari buku, film, daun, hujan, anak, tivi...
+ Jadi bukan tentang kamu dong...?
= Itu memang tulisan dan hasil pikiranku, tapi seringkali bukan aku. Aku kan pernah bilang, inspirasi datangnya ndak dari diri sendiri aja...
+ Ah, aku sudah mikir yang nggak-nggak
= Mauku sih bisa nulis kayak aktor memerankan tokoh di film. Bisa jadi apa dan siapa saja. Bisa jadi aku, kamu, ia... keluar dari diri sendiri
+ Jadi kamu aktor yang berhasil dong...?
= Hehehe... kalo dibilang gitu ya makasih...
+ Nanti dianggap lain sama orang yang baca gimana?
= Tau sendiri, aku jarang peduli sama pendapat orang lain tentang aku....
+ Ya sutralah...Damian apa kabar?
= Baik, tambah banyak tingkah tapi lucu...
+ Lagi ngapain dia?
= Hehehe...Lagi ngupil... lho...Damian, jangan... (panik)
+ Kenapa? (was-was)
= Itu... upilnya dimasukin mulut... wah, udah dulu ya. Nanti sambung lagi.
+ Ok deh (nyengir kuda). Love you Sis
= Love you too, bye.

Klik. Tut tut tut tut...

Wednesday, November 24, 2004

Broken


Saat bayangnya membingkai bayangmu, di sepanjang langkah tinggalkan jejak. Tawanya jadi bunga di dada, air matanya pisau menyayat. Kamu jatuh cinta. Saat nafasnya menghirup nafasmu, belainya menjadi candu. Desahnya menggaung di udara, erangnya menghujam jiwa. Kamu jatuh cinta.

Hingga waktu menjadi sang Tuhan. Saat putar dunia tak lagi di kitaran aura, ia menampakkan warna. Rindumu jadi beban, ucapmu jadi usang. Langkahnya menyeret langkahmu, wajahnya memaksamu sembunyi. Kamu patah hati. Saat waktu menjadi sang Tuhan. Sosokmu telusuri bunga lain. Bayangnya membingkai bayang lain. Kamu patah hati.

Kamu bertanya, menuntut, mengumpat, menyumpah. Satu hari, dua minggu, tiga bulan. Kamu jatuh cinta...pada patah hati.

Hingga putar dunia tak lagi di kitaran aura, sejarah mengulang dirinya. Kamu jatuh cinta, menunggu hingga waktu menjadi sang Tuhan, dan kamu jatuh cinta lagi... pada patah hati.

...you fell in love with a broken heart... *


* inspired from a line of "Broken", a song by Robert Downey Jr., released today.

Friday, November 19, 2004

Sungkem

Apa hubunganku dengan Lebaran? Jawabnya: Mbah. Dan sungkem. Saat Lebaran di tanah air, aku sungkem sama Mbah. Kala seorang kawan tahu hal ini dan bahwa Mbahku muslim ia membelalak. Kok bisa? Jawabku: Kenapa nggak? Kawanku ini lebih heran lagi saat tahu anak-anak mbahku alias saudara dari Bapak dan Ibuku punya keyakinan beda-beda. Jadi setiap Lebaran kami sekeluarga bisa menikmati ketupat di rumah Bude, dan setiap Natal semua saudara berkumpul di rumah Bapak. Ucap kawanku lagi: Lho kok bisa sih? Sekarang ganti aku yang heran: Memangnya kenapa?

Tradisi sungkeman telah ada sebelum agama Islam masuk ke Jawa. Kemudian pada jaman walisanga, tradisi itu dikemas dalam ritual Lebaran. Dengan sungkeman itu manusia akan kembali sadar akan sangkaning dumadi (asal-muasalnya) di mana orangtua merupakan orang yang menjadi lantaran dia berada di dunia. Oleh karena itu bagaimana pun keberadaan orangtua berdua, mereka harus dihormati.

Kalau kawan saya menganggap sungkeman itu kejawen, kayaknya nggak tepat juga. Karena kejawen berhubungan dengan ilmu kebatinan, aliran kepercayaan yang muncul dari masuknya berbagai macam agama ke Jawa. Sementara sungkeman sendiri mungkin bisa disamakan dengan kowtow-nya keturunan Tionghoa, bahkan agama Hindu (Bali) punya tradisi semacam sungkeman ini. Kalau ada menteri yang sungkem sama Presiden menurutku ya salah kaprah, karena Presiden bukan raja keraton, apalagi orang tua... sama seperti tradisi lain yang dipelesetkan dalam kehidupan politik/pemerintahan yang notabene banyak orang Jawa-nya.

Aku sungkem ke Mbah selain tanda hormat, juga minta maaf dan doa restu. Walau sekarang hanya lewat telepon. Sama saat aku sungkem pada Bapak dan Ibu saat Natal sekian tahun lalu, dan yang paling berkesan saat aku menikah dulu. Hubungan kekeluargaan bukan dipisahkan oleh kepercayaan agama, tapi direkat oleh keindahan tradisi, yang sayangnya seringkali hilang makna, dan dilupakan. Jadi kalau ada kawan yang bertanya lagi aku bisa menjawab pasti, karena perbedaan harusnya memperkaya. Bukan memisahkan.

Thursday, November 11, 2004

Fiksi: Da Vinci Code


Belum, buku ini belum basi. Di sini paperback-nya belum edar, karena hardcovernya masih laku keras. Ditambah edisi bergambar yang baru edar minggu lalu, seharga $35. Buku ini termasuk jenis yang sulit dihentikan saat sudah mulai dibaca. Seru! Di luar itu, walau disebut-sebut berdasarkan fakta dan riset, buku ini tetaplah fiksi. Dan fiksinya Amerika (catat!). [Dan Brown bikin kesalahan cukup fatal di sini: kurator di Louvre paling tua usianya 65 tahun harus pensiun, sedangkan Sauniere berumur 75 tahun.] Kalau dari fakta dan riset yang ada digabung menjadi cerita dan kesimpulan yang menarik, disinilah kedasyatan Dan Brown sebagai penulis. Karena ia benar, people loves conspiracy.

Titel ini nggak lama lagi bakal nongol di layar lebar, diusung Columbia Pictures. Aku pribadi senang banget baca dan nonton historical fiction. Tapi kalau sudah hasil produksi Amerika (baca: Hollywood); skeptik. Buat perbandingan, coba deh baca bukunya Umberto Eco (penulis asal Itali): The Name of The Rose (filmnya dibintangi Sean Connery). Thriller bersetting biara di Italy abad 14. Pembunuhan gara-gara manuskrip karya Aristoteles yang dilarang edar jaman gereja Katolik berkuasa saat itu. Ada satu lagi buku karya Melvyn Bragg (penulis asal Inggris): Credo, berlatarbelakang abad gelap di Inggris saat Kristen bentrok dengan kepercayaan pagan. Bedanya, Da Vinci Code bersetting jaman sekarang dan bisa dinikmati semua orang dari berbagai kepercayaan, sedang dua judul lain yang kusebut bagus mungkin hanya bisa dinikmati orang yang paling nggak ingin tahu tentang sejarah (kristen).

Eniwei, buat penggemar Dan Brown, tahun depan bakal beredar buku barunya The Solomon Key, bersetting di Washington tentang Freemason, kelompok rahasia yang di dalamnya termasuk beberapa pendiri Amerika, didukung simbolisme dari arsitektur bangunan di Washington (sumber: baltimoresun). Jagoannya: masih Robert Langdon, dan aku yakin bakal didampingi seorang wanita cantik lainnya. Amerika banget nggak sih....?!

Sua



Hmmm... saat lama tak sua, tiba-tiba bertatapan, aku gelagapan. Bicara apa, ya? Mulai dari mana, ya? Ujung lidah terasa penuh kata-kata ingin berebutan tumpah. Jadinya malah terdiam, menelan ludah. Otak berputar-putar sibuk memilih topik paling menarik, tetapi jadi pusing malah ingin berbalik, lari. Ya, terlalu banyak yang ingin kuucap, dan masanya sudah lewat untuk kalimat tertutur rapi. Karena lama tak sua. Bukan aku tak sengaja mencarimu, aku hanya menghabiskan waktu dengan yang lain, dan maaf, aku tak merasa kehilangan kamu. Jadinya aku hanya mampu menatap, berpikir tanpa hasil, dan menunduk. Boleh kita bertemu lagi kapan-kapan saja? bisikku dalam hati. Dan saat aku menengadah lagi, ia sudah pergi. Berganti layar lain, dan percikan lain.