Monday, November 28, 2005

Special

Waktu kecil, kita merasa spesial. Memiliki sesuatu yang nggak dimiliki orang lain. Mampu melakukan sesuatu yang nggak mampu dilakukan orang lain (dengan lebih baik, mungkin). Setelah punya anak sendiri, aku baru sadar, bahwa rasa 'spesial' itu datangnya dari orang tua. Mengalami sendiri ternyata anak sangat spesial buat kami berdua. Ia yang terbaik, paling luar biasa, setidaknya buat sang orang tua. Maka si kecil merasa dirinya paling spesial, seperti yang kita rasakan waktu masih kecil.

Lalu kita jadi besar. Ternyata rasa spesial itu masih ada. Walau banyak dikelilingi orang-orang berbakat ini-itu lainnya, kita yakin bahwa kita punya satu bakat spesial. Bakat spesial yang kemudian jadi cita-cita. Dan berlarilah kita mengejar sang cita-cita.

Kemudian kita sekolah, bekerja, masih dengan rasa spesial di dada. Mungkin kita mampu merubah sesuatu menjadi lebih baik dengan apa yang kita punya. Walau secuil. Mungkin. Dan ternyata di dunia yang penuh dengan cita-cita sama, kita temukan juga orang-orang yang spesial. Orang-orang yang mungkin lebih spesial. Dalam kerja, dalam hidup, dalam hubungan. Dan kita jadi bertanya-tanya. Seberapa spesial kita sebenarnya? Di dunia yang dipenuhi orang spesial itu, bisakah kita mencungkil sejumput perbedaan?

Lalu kita berjalan statis. Mengikuti arus yang dipenuhi orang-orang spesial, yang tadinya kita kira paling tidak kita termasuk di dalamnya. Saat inilah, seringkali kita terombang-ambing. Kehilangan arah, mencari sesuatu di luar diri yang mungkin belum tertemukan. Barangkali kita menemukan sesuatu yang lebih spesial di ujung kelingking yang tersembunyi. Pencarian yang kadang bikin tersesat.

Kemudian di satu titik kita putus asa. Ternyata kita tidak spesial sama sekali. "When everybody is super, no one will be," kata Syndrome. Dan sesaat pula kita terdiam. Kita butuh waktu untuk terpekur. Membalik sebuah pertanyaan," Apa yang akan kulakukan dengan apa yang kupunya/kubisa?" dengan,"Apa yang sebenarnya kuinginkan?" Pertanyaan yang kadang butuh waktu sepanjang sisa hidup untuk mencari jawabnya. Sambil dilipur dendang Four Season,"...let's hang on to what we've got, don't let go cos we got alot..."
Unik menjadi kata yang absurd.

Lalu aku membaca sebuah buku yang secara angin-anginan kubaca. Bahwa kita ada dengan tugas yang spesial. Spesial sebagaimana kuumpamakan demikian: Bukan spesialnya sebuah mesin mobil, tetapi spesialnya satu sekrup di mesin mobil itu. Sekrup yang bisa diganti dengan mudah kalau rusak, tapi selama ia berfungsi si mesin tetap bergantung pada sekrup itu. Maka jadilah sekrup yang baik. Semampu yang kamu bisa. Karena sekrup itu spesial, seperti setetes oli, sepotong kabel, secuil metal. Supaya semesta mobil bisa terus bergulir.

Tapi kita seringkali terlupa betapa spesialnya kita, karena ternyata kita butuh pengakuan bahwa kita masih spesial dari orang lain. Terutama dari orang terdekat. Sama seperti waktu kecil. Dan memiliki anak kecil yang luar biasa spesial buat kita, ternyata membuat kita juga merasa spesial. Tetap merasa berbeda, dan karenanya bisa membuat perbedaan. Paling tidak buat orang-orang terdekat.

Buat orang terdekat menjelang hari jadinya: walau jarang kubilang, you're always be my special someone.

Friday, November 18, 2005

He loves....

He loves train so much he wants to be a choo-choo train when he grows up (are you sure you don't want to be the train driver? No, I want to be a choo-choo train).
He loves Andrea Bocelli so much he would sing 'Conte Partiro' in the car seat on our ride and refuse to hear other 'adult song'.
He loves to sing so much he could follow all the songs in disc 1 of 'Lagu Anak Indonesia'.

He hates dirt and trash so much he would move to hold my other hand when we passed a trash/dumpster.
But he loves falling leaves so much he would swim in it and ignore all dirts on it.

He loves order so much he would put things properly, otherwise he would let them completely in a mess.
He loved to play online games in computer so much now he doesn't want to play them anymore.
He loves to climb on a slide but hates to be put on a swing.
He loves bugs so much he would look for them when we go outside but refuse to touch them.
He loves to do things completely in a right way otherwise he would throw it away.
He loves puzzle so much that's the one thing he should do at the library.
He loves to read so much I have to read him all ten books we just borrow from the library at the same time.

He loves chocolate milk so much he never wanted a 'white' milk.
He loves coffee so much that it's his favorite ice cream flavor and he would secretly sip my coffee.
He is very picky in terms of food, he becomes our standard. Other than spicy-hot food, we agree that food he doesn't want to eat is awful.

He loves to play fighting so much his teacher had to make him sit down on a chair.
He loves Elmo so much he brings it to school and refuse to put it in his cubby, and always ask me to play Elmo's voice.
He loves to run chasing his friends at school that's the first thing he remembers when I ask him what he was doing at school today.
He loves bubble so much sometimes he just want to take a bath if I let him play with it in the bathroom.

He loves to say "Mama pretty" to calm me when I'm angry.
He loves to say "Pretty lady" (tante cantik) when he sees Victoria Secret ads on TV.
He said "Mrs Jackie, you're fired" when he saw Donald Trump said it in Apprentice. Btw, Mrs Jackie is his teacher and of course he just said that in front of me.
He would tease his dad when he was asked,"What's your name?" "My name is Earl..."
He would say "Film mama" when he saw Desperate Housewives begin to air, and he won't disturb me for the whole hour.

He's a bit shy with strangers but very loving to people who he knows well.
He loves babies so much he would try to make connection with them and ignore their parents.

He loves fishes so much he should see them everytime we go to Han Ah Reum (Asian supermarket).
He loves to shop himself he had to handed his things to cashier and pay all by himself.

He loves to run and jump and climb like any other boys, but he also loves pretending to fall like batman.
He loves to sing along with Barney "I love you, you love me..." and looking for me to give me a hug and a kiss.
He still loves to hold my nose that's the first thing he touch when he wakes up in the morning, and the last one when he's falling asleep.

He loves many things and hates several things, and this page can never fit them.... He's only 3 years 2 months 11 days, but he is just a complete personality....

Friday, November 11, 2005

Catwalk

Berkejaran dengan waktu, rutinitas, kesibukan, kadang ada hal yang terlewat. Bukan kadang, banyak malah. Salah satunya menikmati pemandangan. Ya, sederhana.... Tapi buatku adalah luar biasa di musim sekarang. Karena aku enggan berselisipan dengan musim gugur (ya, selama di sini tentu saja). Aku ingin bertemu muka dengannya, mengalaminya.


Aku menemukan kiasan lagi buat musim ini. Gara-garanya juga sederhana, aku selalu tersenyum saat melihat pohon berwarna merah. Selalu. Walau sedang sebete apapun. Saat berjalan sepanjang trotoar dengan deretan pohon di sisinya, buatku pohon-pohon itu cantik sekali, seperti peragawati. Dan trotoar adalah catwalknya. Dan aku selalu kagum memandangi busana sang peragawati itu. Sempurna.

Lalu aku jadi memperhatikan. Bagaimana hijau bisa jadi coklat? Ternyata ada prosesnya, lengkap dengan gradasi sejuta warna. Hijau kelopak menjadi kuning (hijau tua, hijau muda, hijau kuning, kuning muda, kuning). Kuning menjadi oranye (kuning tua, oranye terang, oranye). Oranye menjadi merah (oranye, merah muda, merah tua). Dan merah menjadi coklat (merah tua, merah bata, coklat muda, coklat tua). Dan kemudian helai itu jatuh ke tanah. Bayangkan, dari sekian banyak pohon, sekian banyak itulah warna yang kulihat. Kadang dalam satu pohon ada beberapa proses perubahan warna, kadang dalam satu pohon hanya ada satu warna. Merah, misalnya. Warna pohon yang selalu bikin aku senyum, walau sedang sebete apapun. Bahkan kupikir cherry blossom jadi pucat dibanding musim ini....

Ah ya, bicara soal peragawati. Aku masih beruntung bisa memandanginya setiap pagi. Berjalan di catwalk dengan anggun, sebelum busananya dilucuti (hmmm....). Dan kemudian jutaan helai yang jatuh jadi tempatku dan Damian berjalan sambil mengangkatnya dengan ayunan kaki. Selalu mencari jalan di atas tumpukan daun, bercanda dengan gemerisiknya. Berlarian dengan layang helainya di udara. Pura-pura jatuh supaya bisa tergeletak di atasnya. Kemudian tertawa-tawa tanpa kata....