Wednesday, June 23, 2004

Tempo Doeloe


Kawankoe jang boediman,

Adalah satoe kebetoelan bahwa saja menoelis padamoe demikian roepa. Berikhwal dari roesaknja kompie* (=komputer) di roemah jang mana berakibat terhambatnja saja menoempahkan isi otak melaloei watjana blog seperti biasanja. Dan seperti telah diketahoei oemoem, sedjak loeloes sekolah menengah, menoelis haloes adalah soeatu "luxury" karena kemalasan saja sendiri dengan adanya kompie dan mesin fotokopi.

Baroe kemoedian saja terfikir mengenai dirimoe, orang-orang dari tempo doeloe. Dan saja merasa beroentoeng mendjadi orang zaman sekarang. Marilah kita lihat bersama beberapa tjontoh sadja:
Bayangkanlah doeloe kamoe haroes menoelis berlembar-lembar oentoek menoelis novel misalnja. Apalagi di zamanmoe tidak adalah seperti orang sekarang sebut"back-up". Maka dari itoe, angkat topilah saja pada orang sematjam Pak Pram jang walau sudah bermesin ketik tetaplah moesnah karjanja beriboe lembar dibakar orang jang tidak berfikir, tanpa ada dupelikatnya.

Apalagi tempo orang masih menoelis dengan gambar, menoelis di batang lontar, atau menoelis dengan pena jang moesti dicelup sesekali ke dalam tinta. Betapa sabar dan berseninja mereka, boekan? Satoe hal lagi, boros sekali doeloe menggunakan hoeroef sampai saja tjapai sendiri menoelisnja.

Itoe baroelah hal-hal mengenai toelis-menoelis, beloem lagi masalah melahirkan tanpa obat (bagaimanapun saja sudah mengalaminya), berdjalan djaoeh kemana-mana (orang toea saja menenteng sepatoenja sepandjang djalan djaoeh ke sekolah soepaja tidak tjepat roesak), tak ada telefon, listerik, dan sebagainja.

Kawankoe jang boediman,
Maloelah saja karena kerewelan saja, hanja akibat roesaknya seboeah kompie. Padahal masih banjak lembaran kertas dan pena dan sematjamnja. Apa hendak dikata kawankoe, memang lebih enak hidoep di zaman sekarang, walau kami djadi semakin mandja. Moedah-moedahan kamoe mengerti hal-ikhwal jang koemaksudkan. Sampai djoempa di soerat mendatang.

Tabik,
Kawanmoe di zaman sekarang.

Crash

Dari sekeping kertas seminggu lalu.

Ini sisa. Kepingan rasa. Bete berat. Harddisk crash. Hilang semua. Foto, data. New York. Separuh novel. Tak selesai. Melayang, lenyap. Apa lagi? Entah, banyak. Nggak yakin. Bisa ulang. Nulis lagi.

Ini sisa. Kepingan rasa. Bosen banget. No internet. Dua minggu. Nggak ngeblog. Malas nulis. Maunya online. Ada tapinya. Damian senang. Mamanya nemenin. Nggak cuma. Nongkrong aja. Depan komputer. Bisa diajak. Main lagi. He He...

Ini sisa. Kepingan rasa. Campur aduk. Harddisk crash. Jadi ingat. Kata Mbah. Semua masalah. Pasti berhikmah. Tapi Mbah. Ah, sudahlah...

Tunggu saya. Di sini. Kalau keping. Menyatu lagi. Percikan blog. Bakal ada. Lagi, lagi.

[online at Enoch Pratt Free Library]

*****

Ps. Buat Kawan-kawan yang sudah mampir, terima kasih. Mampirlah lagi. Buat Neenoy dan bloggers lain, boleh banget blog saya di-link di blogspot masing-masing. Kalau bisa tinggalin website addressnya biar saya bisa mampir juga, dan tambah semangat nulis. Seperti orang bijak bilang: "Markitul-Terkipub" = Mari kita tulis, terus kita publish...

Friday, June 04, 2004

Hidung

Kebiasaan yang ditanam sejak kecil memang susah diubah.


Damian mulai memijit, meremas, mencubit, mengorek hidungku sambil minum susu botol sejak minum ASInya dihentikan. Tadinya aku biarkan karena belum merasa terganggu, dan dia jadi nggak rewel. Tapi setelah hampir satu tahun, belum berubah juga kebiasaannya. Walau nggak se'ganas' dulu tangan kecilnya bermain di hidungku, dan hidung suamiku. Dan wajahnya terlihat bahagia sekali kalau kedua tangannya berhasil memegang hidungku dan hidung suamiku di kiri-kanannya. Mungkin suatu prestasi buat dirinya.

Dulu, seringkali hidung-hidung kami tiba-tiba muncul jerawat karena tangan Damian yang suka memencet hidung berkuku panjang. Sakitnya lumayan, apalagi pas masih sakit itu masih juga dipencet-pencet, hiks... Jadinya sekarang aku paling nggak boleh lupa potong kukunya kalau sudah panjang. Kali lain, jarinya yang mungil masuk ke lobang hidungku sampai dalam... eeekk... padahal lagi enak-enak tidur. Jadilah sambil tidur aku sibuk mindahin tangannya dari lobang hidungku... ke pucuk hidungku saja, sampai susunya habis. Yang cukup bikin malu, kalau sambil nyusu dan pegang hidungnya di tengah mal yang lagi ramai. Tapi itu nggak seberapa, bayangin kalau aku nggak cukup gesit, jarinya tiba-tiba masuk ke lobang hidungku, dan mengeluarkan sebongkah kecil benda yang harusnya kukorek sendiri di rumah... :P

Ah Damian... betapa aku coba menghindarimu setiap kali kau minum susu... karena aku kuatir hidungku jadi tambah besar kalau sering dipegang-pegang. Jadilah setiap kali minum susu di siang hari, aku kasih botolnya, cium dahinya, dan berlalu sambil bilang,"Mama masak dulu ya..." atau "Mama mau ke toilet dulu ya..." atau "Mama blablabla..." Syukurlah ia sekarang cukup mengerti apa yang aku katakan. Atau kalau sudah nggak bisa menghindar, aku sudah bisa bilang dengan cara toddler-nya,"Aduh... nos Mama aki', aki'..." (Aduh, nose mama sakit). Padahal sudah dibelikan boneka Elmo yang berhidung besar untuk menggantikan hidungku buat dipegang-pegang. Tapi dengan kelucuannya yang menggemaskan, aku masih suka nggak tega-an. Ya sudahlah, paling nggak sekarang kalau mau tidur malam saja dia masih suka pegang hidung. Well, time will tell...

*****

Percikan buat keluarga di rumah yang jauhhh... yang tiba-tiba menelepon dan bilang "kangen nih sama Damian"... yang suka tanya "Damian sudah bisa apa sekarang"... yang kalau kujawab, sudah bisa semua yang sesuai sama umurnya (lebih atau kurang sedikit), tapi ada satu dua kebiasaannya yang berkesan...

Wednesday, June 02, 2004

Manhattan, NYC: Carpe Diem

If you're bored in New York, you're boring (anonymous).


Dua hari yang lalu kami sekeluarga ke New York City (Manhattan tepatnya), selama dua hari. Sampai sekarang aku masih menghela napas setiap kali menyebut namanya dalam desah. Hanya sebagian kecil yang kulihat, tapi banyak sekali yang kudapat. Dan tak ada kata yang tepat untuk melukiskannya. Aku harus menyebut "apa yang tidak ada" padanya, karena terlalu banyak "apa yang ada" padanya. Untuk melukiskannya aku harus membandingkannya dengan sesuatu, karena tak cukup hanya satu dua coretan untuk membuat sketsanya. Sampai sekarang belum juga kutemukan kata-kata yang bisa menumpahkan seluruh isi otak dan hatiku, tidak juga cukup buku-buku yang ingin kukutip tentang kota ini.

Mungkin, sepercik ini bisa cukup mewakili:

Sekali waktu kita berlibur ke desa, camping naik gunung, atau berwisata ke pantai. Di tengah pemandangan indah, alam yang megah, wangi bunga, dan suara lebah, ada satu rasa yang mencuat tiba-tiba. Betapa Maha-nya Sang Pencipta, betapa kecilnya kita manusia. Kita bagai sebungkil jiwa tak berarti, dibandingkan limpahan karya yang meneriakkan kata Sang Khalik.
Dan kita bersyukur, berdoa, dalam sunyi alam.

Manhattan adalah semua dalam kebalikannya. Di sini, kita akan merasa sangat berarti sebagai manusia yang mampu mencipta. Semua gedung berteriak, jalan raya bersorak, manusia berkeringat dalam kerja, berbinar dalam suasana riuh, gembira, lelah, sedih, dua puluh empat jam sehari. (Itupun mungkin dirasa kurang oleh penghuninya). Ia kembali pada makna: in the Greek word, human means "they who look up". Kota ini mengingatkan kita: manusia sangat berarti dengan apa yang ada padanya, mampu mencipta yang kita pikirkan, mencapai apa yang kita inginkan, dan survive dalam berbagai cobaan. Oh ya, tentu saja aku sempat terhenyak dengan kebebasannya, tapi di sini orang begitu sibuk merayakannya kebesaran dan kebebasan masing-masing hingga tak sempat peduli dengan yang lain. Manusia sangatlah Besar, dan Bebas, sia-sialah yang tidak merengkuh harinya.

Kota ini adalah wujud nyata dari jiwa "Carpe Diem" : Seize The Day. Karena manusia diciptakan untuk mencipta, and live the life to the fullest.
Dan aku bersyukur, berdoa, dalam riuh manusia.

*****

Sisi jalan yang kulalui
dipenuhi mesin kuning menderu
Mendongak di hadapanku
cipta ragam warna dalam surya
Putih Kuning Merah Coklat Hitam
Kuterabas cipta Sang Maha
Kunikmati dengung jalan raya dan gedung
Kurengkuh cakrawala lampaui mata silau
Kuhirup harum karya sang cipta
di tiap detik, tiap langkah...