Wednesday, October 20, 2004

Gugur, Sumarah


Setelah sekian musim berlalu: aku suka musim gugur. Musim yang mengingatkan bukan pada sinar cerah matahari ufuk timur, tapi redup hangat senja di cakrawala barat. Bukan pada warna kuning dan biru, tetapi jingga dan ungu. Indah pohon berjajar gradasi merah, dan ubah coklat saat kelepaknya melayang di udara, jatuh ke tanah basah. Saat anak-anak kecil tak lagi berlarian di taman menghirup surya, tetapi duduk di tebaran tumpukan daun kering dan melemparnya ke udara, tertawa. Saat orang tak lagi menghirup cola dingin tapi secangkir coklat hangat, tak lagi berjemur tak ingin terusik tetapi berkumpul berbicara menebar akrab.

Musim gugur adalah bukan halimun di jendela pagi berembun, ia adalah rintik hujan menampar jendela di senja mendung. Ia tidak ingin muncul dengan megah cerah, ia muncul sederhana terhembus angin dan pergi dengan desah. Musim yang wangi tanah basah, bukan bau tanah pupuk atau kering. Saat serangga tak lagi melanglang diganti bajing berloncatan berebut makan. Ia tak perlu bunga warna-warni karena saat ini pohon ingin berwarna bunga sebelum mati. Ia tak menjajikan keceriaan hidup sementara tetapi kedamaian yang lekang. Musim yang dingin tapi menghangatkan hati dan pikiran. Mengingatkan bahwa sebelum yang baru tumbuh, yang lama harus gugur lebih dulu. Dengan sumarah. Seperti sumarah-nya orang Jawa bilang: pasrah total dengan sadar, percaya diri menyerahkan ego parsial pada dunia universal.

Yup, aku suka musim gugur. Hembus angin dingin di taman bertebar daun berwarna merah coklat tiduri harum tanah basah - menghirup kopi hangat memandang senja jingga di garis langit barat - sepatah kata tentang indah sambil senyumi orang lewat - tak lagi sibuk berlari berkejar dengan detak hanya duduk sejenak menikmati hari - dalam dekapan hembus angin dingin.

5 drops:

Anonymous said...

Yup, begitu sederhana ya? tinggal kita nikmati dengan coklat hangat.

Maaf saya berbohong, keingintahuan membuat saya mampir lagi. Anda tetap sederhana.

Sayang saya belum pernah lihat keindahan musim gugur yang begitu mudah dinikmati. Mudah-mudahan sebanding, seperti ketika saya nikmati sore-sore yang mendung disini, entah kenapa sore yang mendung begitu menyentuh saya. Tidak pernah saya cari sebabnya, tapi tetap saya nikmati, mudah-mudahan sebanding, dengan teh manis hangat.

Tetap sederhana ya Mbak, anda luar biasa.

neenoy said...

aih... jadi pengen :)
mungkin bisa main loncat-loncatan di tumpukan daun gugur? hm... hehehe...

Anonymous said...

mbak dy..i suppose ur name is dyah,am i right? :)

aku cicie. ga sengaja masuk weblog mba' :) dan tertarik sekali dengan semua tulisan2 mba'. jadi seperti mengalami sendiri semua yang mba' tuturkan..ck ck ck. makasih udah 'mendatangkan' musim gugur ke indonesia, untukku dan juga orang2 lain..

btw, sepertinya mba dy alumni arsitek yah? itb kah? soalnya aku ar-itb angkatan 2001 :) tadi di kampus sempet nanya2 ke angkatan2 tua, dulu ada ga yang namanya dyah. jago nulis. dan sepertinya udah mau masuk 30 :D lalu kata mereka ada, angkatan 92.

itu mbak bukan?

heuheuheu..sori kalo salah. salam buat damian. he reminds me of my nephew, tyo.

jabat erat.
-cicie

neenoy said...

dy, lagi sibuk pindahan ya?
ada salam dari ari :)

dy said...

Anon...Thanks, mudah2an keingintahuanmu nggak mengecewakanmu.

Noy... bisa banget, loncat2an, tendang2, lempar2...daun, asik loh... Iya, baru sibuk pindah2an, dan baru nyambung lagi ni internet di rmh. Kangen sama teman2 deh, salam balik ya buat Ari.

Cicie, senang bisa ketemu di sini. Hebat juga cari infonya, jadi jawabannya benar semua (hiks, angkatan tua ya gue...). Salam balik dari Damian!