Tahun baru, walau seringkali menggelorakan gembira, terkadang mengawang rasa takut. Buat optimis ia mengusung masa depan, buat pesimis ia menyisakan air yang setengah kosong. Buat fatalis ialah waktu yang mengantar ke tempat tujuan, menuju akhir yang sudah ditentukan. Buatku tahun baru adalah seperti Janus, cikalnya January. Dewa Gerbang orang Roma yang mengantar ke sebermula.
Janus membuka gerbang surga di subuh hari untuk melepas pagi. Maka aku mengucap selamat tinggal pada matahari terbenam di penghujung tahun, karena esok ia bertugas menerangi bumi selama 365 hari lagi. Dan aku berdoa semoga ia belum bosan menjalankan tugasnya, walau di separuh belahan dunia kegelapan masih membayangi.
Janus menjadi punggawa awal dan akhir dalam tonggak hidup manusia. Ia juga mewakili bentang transisi. Antara panen dan tuai, antara perang dan damai, antara masa lalu dan sekarang. Ia harus ada, karena manusia cepat lupa, dan selalu butuh tonggak untuk mengingatkan. Bahwa yang kemarin terjadi bukan sekedar masa lalu, tetapi jadi memori yang terpatri di sudut hati. Bahwa tujuan menuai adalah memanen, dan tujuan perang adalah damai. Bahwa gerbang besar itu ada, dan kita harus bersiap melewatinya.
Janus adalah dewa berwajah dua yang bertolak belakang. Bukan karena ia hipokrit tetapi karena menggambarkan idealisme. Kesalahan yang sama tak akan terulang di masa datang, karena ia masih memandang kesalahan masa lalu. Buatku yang tidak mungkin punya mata di belakang kepala, cukuplah aku bercermin saja. Karena setiap garis wajah di ujung sana menandakan memori, transisi, dan juga masa nanti....
Janus membuka gerbang surga di subuh hari untuk melepas pagi. Maka aku mengucap selamat tinggal pada matahari terbenam di penghujung tahun, karena esok ia bertugas menerangi bumi selama 365 hari lagi. Dan aku berdoa semoga ia belum bosan menjalankan tugasnya, walau di separuh belahan dunia kegelapan masih membayangi.
Janus menjadi punggawa awal dan akhir dalam tonggak hidup manusia. Ia juga mewakili bentang transisi. Antara panen dan tuai, antara perang dan damai, antara masa lalu dan sekarang. Ia harus ada, karena manusia cepat lupa, dan selalu butuh tonggak untuk mengingatkan. Bahwa yang kemarin terjadi bukan sekedar masa lalu, tetapi jadi memori yang terpatri di sudut hati. Bahwa tujuan menuai adalah memanen, dan tujuan perang adalah damai. Bahwa gerbang besar itu ada, dan kita harus bersiap melewatinya.
Janus adalah dewa berwajah dua yang bertolak belakang. Bukan karena ia hipokrit tetapi karena menggambarkan idealisme. Kesalahan yang sama tak akan terulang di masa datang, karena ia masih memandang kesalahan masa lalu. Buatku yang tidak mungkin punya mata di belakang kepala, cukuplah aku bercermin saja. Karena setiap garis wajah di ujung sana menandakan memori, transisi, dan juga masa nanti....
1 drops:
Durin, thanks lho... soen buat tante dari Damian, buat dik Fabian juga...:)
Atta, semoga tahun baru semua tambah baik ya...
Post a Comment