Da,
Kemarin malam aku nonton concert of hope di tivi. Konser di NBC untuk menggalang dana buat korban tsunami. Sejak lama aku sudah nggak tertarik nonton acara berbau keartisan yang glamor. Bosan. Tapi kemarin aku sempat menikmati. Kenapa? Apa karena dibuka penyanyi Madonna yang live di London? Atau karena ada Brad Pitt di meja sudut sibuk bertelepon? Atau karena tanpa selingan iklan sama sekali? Atau karena konser itu sungguh-sungguh bersahaja? Atau karena ada mantan presiden US dan sederet artis papan atas tanpa harus pura-pura sempurna? Entahlah. Mungkin karena semuanya. Mungkin juga, karena yang satu ini sungguh beda.
Da,
Sepanjang acara aku sibuk bertanya-tanya. Karena sesungguhnya aku skeptis, bahwa orang-orang penting dan kaya itu rela membuang waktunya duduk menerima telepon sumbangan yang masuk. Bahwa mereka nggak dapat apa-apa dari situ. Bahwa yang mereka lakukan murni untuk satu hal. Kemanusiaan.
Di lain pihak aku berpikir mereka sudah terlalu tenar untuk mencari prestise, terlalu sibuk untuk sekedar duduk di sana, dan tanpa dibayar pula, walau entah kalau ada motif lainnya (ah ya, janganlah sebut-sebut misi keagamaan di sini, aku sudah bosan mendengarnya). Tolong bilang kalau aku terlalu berprasangka. Tolong aku Da, kalau kamu dapat jawabnya.
Da,
Mungkin memang aku terlalu berprasangka. Orang-orang ini mungkin punya kemauan besar untuk sekedar membantu. Bantuannya jadi besar karena mereka orang terkenal. Mereka sadar punya power untuk menggalang massa dan mengajak pengagumnya untuk ikut peduli. Mereka tahu tandatangan mereka bisa dilelang berharga tinggi. Makanya mereka bergabung dan menyumbang apa yang mereka bisa selain uang: kekuatan mengajak pemirsa untuk berpartisipasi. Lalu rewardnya apa? Mungkin juga nggak ada. Di titik ini aku sudah kehabisan ide untuk berprasangka. Prasangka juga yang menihilkan niat baik, maka aku juga tidak mau berpikir buruk.
Da,
Mungkin merekalah orang-orang yang disebut philanthropist. Mereka menyumbang waktu dan tenaga untuk membantu sesama. Termasuk anak-anak kecil yang menjual lemon dan mengorek tabungan koinnya untuk disumbangkan. Karena aku percaya bahwa anak kecil adalah manusia paling jujur, aku juga percaya mereka membantu apa yang mereka bisa, sesuai kemampuannya. Tanpa embel-embel dan motif apapun. Karena mereka sekedar pencinta manusia.
Da,
Alangkah baiknya kalau kita tak disekat perbedaan dan garis yang dibuat sendiri. Dan philanthropia jadi ide bersama. Ah, soal utopia yang satu ini, mungkin kelak aku sambung lagi tersendiri.
salam,
dari kawan di garis langit malam
Kemarin malam aku nonton concert of hope di tivi. Konser di NBC untuk menggalang dana buat korban tsunami. Sejak lama aku sudah nggak tertarik nonton acara berbau keartisan yang glamor. Bosan. Tapi kemarin aku sempat menikmati. Kenapa? Apa karena dibuka penyanyi Madonna yang live di London? Atau karena ada Brad Pitt di meja sudut sibuk bertelepon? Atau karena tanpa selingan iklan sama sekali? Atau karena konser itu sungguh-sungguh bersahaja? Atau karena ada mantan presiden US dan sederet artis papan atas tanpa harus pura-pura sempurna? Entahlah. Mungkin karena semuanya. Mungkin juga, karena yang satu ini sungguh beda.
Da,
Sepanjang acara aku sibuk bertanya-tanya. Karena sesungguhnya aku skeptis, bahwa orang-orang penting dan kaya itu rela membuang waktunya duduk menerima telepon sumbangan yang masuk. Bahwa mereka nggak dapat apa-apa dari situ. Bahwa yang mereka lakukan murni untuk satu hal. Kemanusiaan.
Di lain pihak aku berpikir mereka sudah terlalu tenar untuk mencari prestise, terlalu sibuk untuk sekedar duduk di sana, dan tanpa dibayar pula, walau entah kalau ada motif lainnya (ah ya, janganlah sebut-sebut misi keagamaan di sini, aku sudah bosan mendengarnya). Tolong bilang kalau aku terlalu berprasangka. Tolong aku Da, kalau kamu dapat jawabnya.
Da,
Mungkin memang aku terlalu berprasangka. Orang-orang ini mungkin punya kemauan besar untuk sekedar membantu. Bantuannya jadi besar karena mereka orang terkenal. Mereka sadar punya power untuk menggalang massa dan mengajak pengagumnya untuk ikut peduli. Mereka tahu tandatangan mereka bisa dilelang berharga tinggi. Makanya mereka bergabung dan menyumbang apa yang mereka bisa selain uang: kekuatan mengajak pemirsa untuk berpartisipasi. Lalu rewardnya apa? Mungkin juga nggak ada. Di titik ini aku sudah kehabisan ide untuk berprasangka. Prasangka juga yang menihilkan niat baik, maka aku juga tidak mau berpikir buruk.
Da,
Mungkin merekalah orang-orang yang disebut philanthropist. Mereka menyumbang waktu dan tenaga untuk membantu sesama. Termasuk anak-anak kecil yang menjual lemon dan mengorek tabungan koinnya untuk disumbangkan. Karena aku percaya bahwa anak kecil adalah manusia paling jujur, aku juga percaya mereka membantu apa yang mereka bisa, sesuai kemampuannya. Tanpa embel-embel dan motif apapun. Karena mereka sekedar pencinta manusia.
Da,
Alangkah baiknya kalau kita tak disekat perbedaan dan garis yang dibuat sendiri. Dan philanthropia jadi ide bersama. Ah, soal utopia yang satu ini, mungkin kelak aku sambung lagi tersendiri.
salam,
dari kawan di garis langit malam
4 drops:
You can grimly accept the fact that people are people, there's no hope for humanity.. and it's perhaps better to be fish than human.
However, the evidence could be wrong. You may have been hurt and disappointed in this life, or ignored. In any case, it's easy to believe there's NO hope for love, NO hope for redemption, NO hope for a pure act of philanthropy...
But... THERE IS! You just gotta find it! and BELIEVE it!
selama gak ada yang dirugikan, bukankah lebih baik berpikir positif? bahwa semua orang memang ingin melakukan sesuatu u/ membantu sesuai apa yang mereka tahu, sesuai kapasitas mereka:
anak kecil mengorek tabungan; anak sekolah dan ibu2 mengumpulkan pakaian bekas di rumah; yang punya rekening di bank mentransfer senilai uang; mahasiswa menyodorkan kotak sumbangan di pinggir-pinggir jalan; supir2 angkot & mbok2 pasar memasukkan sebagian hasil kerja mereka hari itu ke kotak-kotak sumbangan di pinggir jalan; blogger2 memasang link di blognya :), artis2 bikin konser amal; dst..dst...
banyak cerita, bahwa artis dan pejabat yang 'maksa' datang ke aceh itu malah mengganggu: mengambil jatah transportasi (yg terbatas) untuk sukarelawan yang lebih dibutuhkan. yg kayak gini mungkin memang mengganggu. tapi sekali lagi, mungkin mereka hanya kurang berpikir panjang.
berpikir positif, gue pikir lebih banyak untungnya timbang ruginya. lalu, kenapa tidak?
Mer: I do believe in hope.... i just lost it's way sometimes...
Neenoy: Betul Noy, kenapa tidak. I always love the way your-positive-thinking works :)
Post a Comment