Tulisan ini dibuat begitu membaca soal perda larangan merokok di KCM, selesai nggak sampai satu jam. Tadinya dikirim ke satu harian ibukota, tapi nggak yakin alamat emailnya benar. Mumpung belum lama, saya publish di sini aja.... :)
**********
Seperti biasa, ada satu kalimat sakti yang seringkali dipakai petinggi negeri: “…negara-negara maju sudah melakukan itu…” ucapan Gubernur Sutiyoso seperti dikutip KCM, 3 Februari. Betul, kita ingin suatu waktu menjadi seperti negara maju. Dalam hal ini mengacu pada negara atau negara bagian yang memberlakukan larangan merokok di tempat-tempat umum. Seperti di Singapura, negara bagian New York, Irlandia, diikuti negara Eropa Barat lainnya. Bagaimana dengan Jakarta?
Salah satu pertanyaan mendasar mengapa peraturan ini diberlakukan sudah terjawab: karena 30 persen infeksi saluran pernapasan atas (IPSA) disebabkan oleh pencemaran udara dalam ruangan. Dan salah satunya adalah asap rokok. Tapi banyak hal lain yang tidak terjelaskan, paling tidak oleh saya sebagai orang awam. Seperti: penyebab lain selain asap rokok apa? Dan yang lebih mendasar lagi: 70 persen pencemaran udara sisanya disebabkan oleh apa? Saya yakin jawabannya cukup rumit untuk dijelaskan seorang gubernur yang punya waktu sedikit sementara permasalahan kotanya sangat melimpah. Tapi buat saya penjelasan 'ingin seperti negara maju' sangatlah absurd, bisa dibilang terlalu memudahkan persoalan.
Marilah kita lihat Singapura misalnya. Negara yang penuh aturan ini sudah melarang iklan rokok sejak tahun 1970, menaikkan harga rokok, melarang keras merokok di tempat ber-AC dengan denda yang terpampang jelas. Bahkan sejak Agustus 2004 membuat peraturan bagi produsen untuk memasang gambar yang mengerikan tentang efek buruk rokok pada tubuh di kotak rokok yang dijual! Satu hal yang berlebihan, mengingat seorang perokok berat yang akan tetap merokok walaupun di kotaknya ditempeli gambar hantu sekalipun...
Memang negara ini terkenal sebagai 'nanny state' yang memberlakukan warganya seperti anak kecil dengan berbagai peraturan. Tetapi di lain pihak, peraturan ini dilakukan dengan konsisten dalam waktu cukup lama, bahakan menunggu satu generasi sampai terlihat hasilnya. Dan yang lebih penting lagi, dibarengi dengan peraturan lain untuk menjaga kebersihan udara secara keseluruhan. Seperti uji layak kendaraan, harga dan pajak mobil yang tinggi, ruang terbuka hijau yang cukup, sirkulasi pembuangan limbah dan sampah, sampai aturan mengenai ventilasi udara dalam ruangan.
Di Jakarta, satu hal yang cukup mencolok dan belum terselesaikan masalahnya adalah ruang terbuka hijau, sampah dan limbah publik, dan terutama asap kendaraan bermotor. Mungkin karena sudah terlanjur sedikitnya ruang hijau, dan diperlukan perangkat yang tidak mudah untuk uji layak kendaraan yang mencapai 2,9 juta unit, pemerintah kota mencari jalan termudah. Membuat peraturan baru yang cenderung meredam masalah lama. Di lain pihak untuk memberlakukan peraturan larangan merokok juga diperlukan kerja keras dan konsistensi dalam jangka waktu yang tidak sebentar.
Di negara lain seperti Irlandia dan Norwegia, serta di New York City dan California, larangan merokok menjadi perdebatan panjang. Hal ini disebabkan karena aturan ini bahkan diberlakukan di tempat-tempat hiburan yang biasanya dipenuhi asap rokok, seperti restoran, bar dan perkantoran. Alasan utamanya adalah asap rokok ini mempengaruhi kesehatan perokok pasif, orang yang tidak merokok tetapi berada dalam ruangan bersama perokok aktif. Walaupun alasan ini bisa diterima luas, ada hal-hal lain yang perlu jadi pertimbangan. Misalnya, perokok hanya memindahkan kebiasaan merokoknya ke luar ruangan dan menimbulkan polusi udara luar. Di New York bahkan ada kejadian terbunuhnya seorang penjaga pub (bouncer) karena ia meminta seorang perokok meninggalkan ruang pubnya, hanya dua minggu setelah larangan merokok ini diberlakukan.
Di Jakarta yang kadar emosi penduduknya cukup tinggi (disebabkan oleh berbagai hal yang menimbulkan depresi), larangan merokok perlu disosialisasi lebih luas lagi secara bertahap. Saya pribadi menyetujui adanya peraturan ini terutama di tempat-tempat seperti kendaraan umum dan sekolah, atau tempat publik lainnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah menelusuri permasalahan lain yang menyebabkan polusi udara dan perlunya peraturan daerah di sektor lain ini secara integral. Mengenai denda yang 50juta itu, mungkin bisa dibagi dua dengan denda untuk orang yang membuang sampah sembarangan misalnya. Lalu jika ada perokok yang tidak mampu membayar denda (kemungkinan yang sangat besar), dan terpaksa harus denda kurung sekian bulan, cukupkah ruang tahanan yang tersedia?
Hal lain mencakup kerjasama yang tinggi dengan pengelola ruang publik untuk mendukung aturan ini secara lebih mendetail (detail: hal kecil tetapi penting yang seringkali dilupakan). Dan sebagai tambahan, mengacu pada negara maju bukan secara parsial karena mengikuti tren yang berlaku untuk mempermudah penyelesaian masalah.
**********
Salah satu pertanyaan mendasar mengapa peraturan ini diberlakukan sudah terjawab: karena 30 persen infeksi saluran pernapasan atas (IPSA) disebabkan oleh pencemaran udara dalam ruangan. Dan salah satunya adalah asap rokok. Tapi banyak hal lain yang tidak terjelaskan, paling tidak oleh saya sebagai orang awam. Seperti: penyebab lain selain asap rokok apa? Dan yang lebih mendasar lagi: 70 persen pencemaran udara sisanya disebabkan oleh apa? Saya yakin jawabannya cukup rumit untuk dijelaskan seorang gubernur yang punya waktu sedikit sementara permasalahan kotanya sangat melimpah. Tapi buat saya penjelasan 'ingin seperti negara maju' sangatlah absurd, bisa dibilang terlalu memudahkan persoalan.
Marilah kita lihat Singapura misalnya. Negara yang penuh aturan ini sudah melarang iklan rokok sejak tahun 1970, menaikkan harga rokok, melarang keras merokok di tempat ber-AC dengan denda yang terpampang jelas. Bahkan sejak Agustus 2004 membuat peraturan bagi produsen untuk memasang gambar yang mengerikan tentang efek buruk rokok pada tubuh di kotak rokok yang dijual! Satu hal yang berlebihan, mengingat seorang perokok berat yang akan tetap merokok walaupun di kotaknya ditempeli gambar hantu sekalipun...
Memang negara ini terkenal sebagai 'nanny state' yang memberlakukan warganya seperti anak kecil dengan berbagai peraturan. Tetapi di lain pihak, peraturan ini dilakukan dengan konsisten dalam waktu cukup lama, bahakan menunggu satu generasi sampai terlihat hasilnya. Dan yang lebih penting lagi, dibarengi dengan peraturan lain untuk menjaga kebersihan udara secara keseluruhan. Seperti uji layak kendaraan, harga dan pajak mobil yang tinggi, ruang terbuka hijau yang cukup, sirkulasi pembuangan limbah dan sampah, sampai aturan mengenai ventilasi udara dalam ruangan.
Di Jakarta, satu hal yang cukup mencolok dan belum terselesaikan masalahnya adalah ruang terbuka hijau, sampah dan limbah publik, dan terutama asap kendaraan bermotor. Mungkin karena sudah terlanjur sedikitnya ruang hijau, dan diperlukan perangkat yang tidak mudah untuk uji layak kendaraan yang mencapai 2,9 juta unit, pemerintah kota mencari jalan termudah. Membuat peraturan baru yang cenderung meredam masalah lama. Di lain pihak untuk memberlakukan peraturan larangan merokok juga diperlukan kerja keras dan konsistensi dalam jangka waktu yang tidak sebentar.
Di negara lain seperti Irlandia dan Norwegia, serta di New York City dan California, larangan merokok menjadi perdebatan panjang. Hal ini disebabkan karena aturan ini bahkan diberlakukan di tempat-tempat hiburan yang biasanya dipenuhi asap rokok, seperti restoran, bar dan perkantoran. Alasan utamanya adalah asap rokok ini mempengaruhi kesehatan perokok pasif, orang yang tidak merokok tetapi berada dalam ruangan bersama perokok aktif. Walaupun alasan ini bisa diterima luas, ada hal-hal lain yang perlu jadi pertimbangan. Misalnya, perokok hanya memindahkan kebiasaan merokoknya ke luar ruangan dan menimbulkan polusi udara luar. Di New York bahkan ada kejadian terbunuhnya seorang penjaga pub (bouncer) karena ia meminta seorang perokok meninggalkan ruang pubnya, hanya dua minggu setelah larangan merokok ini diberlakukan.
Di Jakarta yang kadar emosi penduduknya cukup tinggi (disebabkan oleh berbagai hal yang menimbulkan depresi), larangan merokok perlu disosialisasi lebih luas lagi secara bertahap. Saya pribadi menyetujui adanya peraturan ini terutama di tempat-tempat seperti kendaraan umum dan sekolah, atau tempat publik lainnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah menelusuri permasalahan lain yang menyebabkan polusi udara dan perlunya peraturan daerah di sektor lain ini secara integral. Mengenai denda yang 50juta itu, mungkin bisa dibagi dua dengan denda untuk orang yang membuang sampah sembarangan misalnya. Lalu jika ada perokok yang tidak mampu membayar denda (kemungkinan yang sangat besar), dan terpaksa harus denda kurung sekian bulan, cukupkah ruang tahanan yang tersedia?
Hal lain mencakup kerjasama yang tinggi dengan pengelola ruang publik untuk mendukung aturan ini secara lebih mendetail (detail: hal kecil tetapi penting yang seringkali dilupakan). Dan sebagai tambahan, mengacu pada negara maju bukan secara parsial karena mengikuti tren yang berlaku untuk mempermudah penyelesaian masalah.
**********
2 drops:
hmm... emang harus detail ya. tapi mungkin bisa sambil berjalan. toh, kita harus mulai juga.
50 jt, bisa jadi lahan pungli baru juga sih :). hehehe... untung gw udah gak ;)
untung gw jg udah nggak, heheh.... :P
Post a Comment