Thursday, May 20, 2004

Melihat Dinosaurus

Sebuah museum disebut gagal kalau ia tidak mampu mengkomunikasikan isi museum dengan merangsang indera pengamatnya. Puncak sebuah museum adalah jika pengamat mampu merasakan pengalaman spiritual di dalamnya.


Museum bukan tempat yang menarik sebagai tempat bermain waktu kukecil. Padahal sejak SD Bapakku rajin mengajak jalan-jalan ke museum. Yang masih kuingat: Museum Gajah, Museum Nasional, Museum Fatahillah, dll. Tapi pamor museum-museum ini masih kalah dibanding Dufan waktu itu. Dan sampai sekarang yang masih berkesan tentang museum adalah: diorama, dan suram. Beranjak usia SMP, pergi ke museum jadi kewajiban. Karena pergi bersama rombongan sekolah dan harus bikin laporan. Padahal sudah mulai merambah ke museum di TMII yang masih mengkilat, baru, dan terang. Yang terkesan waktu itu: terlalu berbau pemerintah. Semasa SMA, lagi-lagi bersama rombongan sekolah, ke tempat bersejarah yang sifatnya lebih berwisata: Borobudur, Prambanan, Keraton Yogya, sampai ke Benteng Pendem di Cilacap. Dijamin bakal sedikit yang ikut kalau tidak dibumbui acara jalan-jalan dan wisata kota, maklum: SMA.

Minatku pada museum baru dimulai sejak kuliah. Mungkin karena aku mulai melihat banyak buku-buku yang menggambarkan museum jauh dari suram, asik untuk dikunjungi, tidak hanya bangunan kuno dan disponsori pemerintah. Bahkan di salah satu mata kuliah aku menulis paper yang bertajuk "Museum sebagai bentuk komunikasi dalam arsitektur religius". Intinya, sebuah museum disebut gagal kalau ia tidak mampu mengkomunikasikan isi museum dengan merangsang indera pengamatnya. Puncak sebuah museum adalah jika pengamat mampu merasakan pengalaman spiritual di dalamnya.

Di akhir masa kuliah aku memilih proyek galeri seni rupa yang membuatku banyak survey ke galeri yang tersebar di Bandung, Jakarta, dan yang paling kusuka: Museum Seni Rupa dan Keramik di Jakarta Kota. Koleksinya terbilang bernilai, sayang masih suram dan kurang terawat. Bayangkan, lukisan Raden Saleh, Basuki Abdullah dan Affandi yang menempati sebuah gedung tua (1870) dan besar, pengamanannya hanya dipercayakan pada empat orang petugas Satpam yang hanya bekerja malam hari! Sementara petugas di siang hari jarang terlihat, tapi ramah sekali jika dimintai informasi.

*****

Dua hari yang lalu aku sangat gembira, pergi ke museum lagi, tepatnya di Washington DC. Malahan sekarang sudah berkeluarga, dan tentu saja museum yang dikunjungi harus menarik minat anak seusia Damian. Begitu memasuki museum yang berisi Dinosaurus ukuran raksasa berusia puluhan juta tahun yang lalu, kegembiraanku menyerupai histeri Damian saat melihat gajah yang besar di lobby utama. Keingintahuanku seperti kembali ke masa kanak, antusiasku seperti kilau di pupil mata.

The National Museum of Natural History milik Smithsonian Institute adalah salah satu museum gratis yang juga menarik minat anak-anak selain orang dewasa. Karena terang, menarik, seperti playground yang juga dihuni berbagai hewan raksasa maupun sekecil serangga. Pada akhirnya, aku dan suami tak memiliki banyak kesempatan untuk mengamati satu persatu setiap display seperti yang diinginkan. Karena kami sibuk mengejar Damian yang lari kesana-kemari, menunjuk ini itu atau merengek kalau ditarik pergi. Tapi aku gembira sekali, dan menunggu-nunggu waktu untuk pergi ke museum lagi.


0 drops: