It is not the answer that enlightens, but the question.
Eugene Ionesco Decouvertes
Quote di atas kutangkap di satu pojok halaman terbitan berkala. Dan yang langsung hinggap di kepala adalah judul film lama di atas. Film yang kuingat bukan hanya karena kesegarannya, tetapi karena ia punya Tanda Tanya. Efek tanda tanya itu mampu merangkai beragam interpretasi: kuatir, was-was, gosip, selain bisa jadi cerita apa saja tentang Cinta. Bayangkan kalau judulnya diganti: Cinta Sedang Jatuh cinta, titik. Kurang menggigit, ya? Pertanyaan ini kuputar di otak, kala kelakuanku berubah menyebalkan serba nggak jelas: Ada apa dengan kamu, Dy?
Pertanyaan juga manjur mengungkap kisah misteri yang tak terpecahkan. Mengingatkanku pada tokoh Hercule Poirot dengan sel-kecil-kelabu-nya. Setiap ada pembunuhan, ia punya satu pertanyaan kunci: "siapa orang terakhir yang ditemui korban sebelum meninggal?" Dan tokoh ini mampu mengungkap berbagai misteri yang diawali dan dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dengan brilian. Satu-satunya buku seri misteri yang kusuka karena tokoh antiknya dan yang selalu gagal kutebak tokoh penjahatnya. Nah, pertanyaan jenis ini kupakai kalau aku lupa meletakkan barang -kunci misalnya- di suatu tempat," Di mana terakhir kali kamu pakai barang itu?"
Pertanyaan juga bisa jadi bintang biduk. Dalam buku karya peraih nobel yang sudah lama sekali kubaca: "Quo Vadis?", Peter (Petrus) melarikan diri dari kota Roma yang berselimut api saat pengikut Jesus dikejar-kejar untuk dimusnahkan. Di Via Appia ia berpapasan wujud Jesus, dan Petrus bertanya "Quo vadis, Domine?" Pertanyaan yang mengundang jawab Jesus," Ke Roma...untuk disalib lagi..." Berbaliklah Petrus ke Roma dan menjadikan Roma awal penyebaran agama Kristen di dunia dan mati sebagai martir. Di luar keindahan buku ini, yang membekas adalah, "Kamu sebenarnya mau ke mana?", saat aku kehilangan biduk, tersesat hilang arah.
Atau dalam film-film roman komedi yang banyak mengangkat kisah pernikahan. Si wanita dalam segala kehebohan persiapan dan urusan resepsi yang nggak habis-habis, tiba-tiba terdiam dan panik. "Sebenarnya aku memang mau nikah nggak ya...?" Lalu temannya akan bikin satu pertanyaan yang langsung menyelesaikan masalah; "Kamu cinta dia...?" Ah, sederhana ya? Filmnya bisa jadi diakhiri dengan perkawinan atau nggak, tergantung jawaban si wanita. Buatku, pertanyaan ini membantu kala hendak memutuskan diri dengan sesuatu: kerja, atau lingkungan misalnya: "Cukup cintakah kamu dengan yang dilakukan sekarang?" Karena ini membantu menyederhanakan hal-hal yang seringkali dipersulit sendiri.
Ahh... aku melantur, tapi sungguh quote itu mengingatkanku akan banyak hal. Tak usahlah seperti karya jurnalis dengan 5W+1H, tapi aku menyempatkan untuk bertanya pada diri sendiri. Mau apa ya aku hari ini? Entah saat sibuk sekali atau nggak ada kegiatan sama sekali. Jawabnya bisa panjang berliku, atau cukup singkat saja. Bersantai dan bermain tanpa merasa bersalah karena rumah berantakan, atau bikin target untuk menyelesaikan sesuatu. Paling tidak, aku jadi tahu apa yang harus atau nggak harus kulakukan atau apa yang kelak akan kulakukan. Ya, pencerahan memang seringkali muncul karena pertanyaan.